RS Batara Siang Bantah Tak Ada Pelayanan, Cuma Dokter Kandungan Tak Masuk 10 Hari

KORANPANGKEP,CO.ID - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Batara Siang kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) memberikan klarifikasi terkait persoalan oasien ibu hamil yang dirawat di ruang perawatan Vip teratai namun tidak pernah di layani oleh dokter ahli kandungan selama 10 hari lamanya hingga bayinya lahir sudah dalam keadaan meninggal dunia.

klarifikasi tersebut disampaikan oleh Direktur Utama RSUD Batara Siang Pangkep , dr. Annas Ahmad melalui rilis tertulis yang disampaikan di sejumlah media massa, Selasa (25/8/2020). dalam keterangan pers tersebut pihaknya membantah jikapasien tak mendapat pelayanan yang baik sebab sejak masuk UGD hingga hari kesepuluh pasien telah mendapatkan perawatan dan kontrol dari bidan jaga di RS. Batara Siang Pangkep. 

"Berdasarkan audit medik yang dilakukan bersama komite medik, SMF Kebidanan dan dewan pengawas, ada dua fakta yang ditemukan. Yakni, pasien dengan kehamilan 27 minggu (immature), plasenta letak rendah dan ketuban pecah dini dan KJDR (kematian janin dalam rahim), serta dokter tidak pernah melakukan visite pasien. Dua fakta ini tidak memiliki hubungan sebab akibat secara medis, bahwa janin meninggal karena tidak dilihat oleh dokter, melainkan karena kondisi medik pasien itu sendiri yang sudah diberikan pertolongan sejak masuk di ruang IGD Kebidanan," terang Annas dalam rilis, Selasa (25/8/2020).

Dalam rilis itu juga Annas menyebutkan, Berdasarkan catatan medik sang pasien bernama Mardatillah dari dokter kandungan, pada usia kehamilan 3 bulan, pasien telah mengalami abortus iminens dengan beberapa kali mengalami perdarahan kecil atau disebut plak. Dokter pun memberi obat penguat serta menyarankan istirahat karena risiko keguguran yang dapat dipicu oleh faktor kelelahan.

"Pemberian obat-obatan dan istirahat total karena janin belum dapat hidup di luar kandungan. Hari ke-7 perawatan, pasien mengalami kontraksi perut dengan denyut jantung janin melemah hingga tidak terdengar sama sekali. Kondisi ini disebut KJDR yang disebabkan oleh karena air ketuban yang berkurang, meskipun telah dilakukan tindakan pertolongan infus dan obat-obatan. Pasien akhirnya dipimpin melahirkan secara spontan," jelasnya.

Namun demikian Annas tak menampik untuk fakta kedua yakni dokter tidak pernah mengunjungi pasien, dalam catatan rekam medik pasien selama 10 hari perawatan pasien memang tak pernah dikunjungi oleh dokter ahli kandungan yang diberi tugas menagani pasien saat itu. Hal ini tentu menjadi catatan tersendiri bagi pihak RSUD Batara Siang.

"Memang benar dalam catatan rekam medik pasien, dokter tidak pernah melakukan kunjungan, tetapi terus berkoordinasi dengan bidan yang melakukan penanganan secara onsite terkait perkembangan pasien, Kami telah tindak lanjuti dengan memanggil dokter yang bersangkutan dan memberikan teguran keras kedua secara tertulis, Keluhan ini tentu akan menjadi evaluasi bagi kami dalam upaya untuk terus membangun pelayanan yang lebih baik,” tegasnya.

Sementara itu Humas RS Batara Siang Pangkep H Mansyur juga menambahkan Pemerintah Daerah yang telah memerintahkan inspektorat melakukan audit kinerja terhadap pihaknya dalam kasus ini. namun demikian pihaknya juga menyayangkan pasien tersebut telah curhat melalui media facebook dan bukan malalui mekanisme hukum yang berlaku

“Kami pun secara terbuka juga menyampaikan kepada keluarga agar jika merasa ada yang tidak berkenan dengan penanganan dokter kandungan, dapat menempuh cara sesuai kaidah-kaidah hukum melalui komite etik kedokteran Indonesia, bukan melalui media sosial yang justru tidak menyelesaikan masalah,” pungkas H. Mansyur.

Ditempat terpisah, anggota Komisi II DPRD Pangkep, Alfian Muis bidang kesehatan meminta semua pihak untuk bijak menanggapi kejadian ini. Menurutnya, pemkab dan manajemen rumah sakit harus mengevaluasi bentuk pelayanan dalam situasi pandemi COVID-19. Ia meminta pihak RSBS untuk tanggap menangani setiap pasien, dan dia berharap dalam kejadian ini harus ada pihak yang bertanggung jawab atas insiden didunia medik ini.

"Kita berharap ada investigasi lebih awal dari IDI sebelum induk organisasi profesi tersebut memberi sanksi. Semoga ini menjadi pelajaran bagi semua pihak agar ke depannya tidak ada lagi kejadian seperti yang dialami oleh bu Marda," tukasnya.

(ADM-KP)

Postingan populer dari blog ini

Biaya Cetak Kartu NUPTK Rp.50 Ribu Per Guru

Hendak Cari Signal Internet Untuk Kerja Tugas, Kepala Indah Dipukul Rotan Hingga Pingsan

"Jahatnya" Pinjaman Online, Nasabah di Pangkep Ditagih Dengan Bullying Kata Kasar