Kisah Pilu Karyawan BRI Dirawat di RSBS Pangkep, Tak Dapatkan Pelayanan Dokter
KORANPANGKEP.CO.ID - Suasana di rumah Rusdi Jalil (58 tahun), warga kampung Bontomangape, Kelurahan Tumampua, kecamatan Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) Sulsel masih berkabun pasca kehilangan cucunya yang selama tujuh bulan dikandung oleh putrinya yang bernama Maradatillah (30 tahun) akibat pendarahan hebat dirahimnya namun tak pernah di kunjungi oleh dokter ahli kandungan hingga bayi tersebut lahir dalam keadaan meninggal dunia.
Marda sapaan ibu muda yang kehilangan bayi pertamanya itu, menceritakan dengan runut masa masa dirinya berada dalam ruangan perawatan Vip Teratai pada Jumat (7/8/2020) lalu, dan selama sepuluh hari mengalami pendarahan dan dalam keadaan lemah namun tak satu kalipun pernah ditemui oleh dokter ahli kandungan yang menanganinya di RSBS Pangkep.
Marda mengisahkan kejadian Saat itu, ia sedang bekerja di kantor Bank Rakyat Indonesia (BRI) Pangkep tiba-tiba air ketubannya keluar. Makin lama air ketuban yang keluar semakin banyak. hingga akhirnya ia dilarikan ke Bidang Praktek Nila dan pada akhirnya di rujuk ke RSBS Pangkep untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik disana.
"Tiba di RS saya disuntik dan diberi obat sama bidan. Saya tanya, kapan dokter datang, kata bidan nanti Minggu karena ada operasinya. Saya menunggu hingga hari Minggu dan darah masih keluar terus," jelasnya, Jumat, (21/8/2020).
Marda pun dengan kondisi lemah sabar menunggu kembali sang dokter hingga hari Minggu (9/8/2020), namun hingga sore, lagi-lagi ia harus kecewa karena dokter ahli kandungan yang dimnanti tak kunjung datang memeriksa kondisinya. padahal saat itu dirinya sempat melihat dokter kandungan tersebut melintas menuju ruang operasi. terebih lagi sebelumnya bidan jaga telah menjanjikan setelah operasi, dokter akan memeriksanya.
"Magrib saya diantar masuk ruang bersalin katanya nanti disitu diperiksa dokter. Tapi tak ada dokter yang datang. Bidan bilang dokter sudah pulang, saya menunggu. Katanya bidan Senin baru dokter periksa saya," ujarnya.
Karena khawatir dengan pendarahan yang makin banyak dialaminya Marda dan keluarganya terus meminta kepada bidan jaga agar menghadirkan dokter kandungan. Namun salah seorang bidan mengatakan, saat ini dokter sangat berhati-hati kontak dengan pasien karena takut tertular virus Corona.
"Sejak itu komunikasi kami hanya lewat WA saja karena dokter takut Corona. Bidan kasi obat dan suntikan setiap hari. Katanya takut Corona tapi kalau ada pasien operasi dia datang," ujarnya menirukan kata bidan jaga saat itu.
Pihak keluarga sempat menghubungi pimpinan RSBS dan meminta dirujuk ke Makassar. Tapi pihak RSBS berjanji akan memberikan pelayanan yang baik kepada Marda. namun hinnga hari ketujuh di ruang Vip teratai pelayanan dokter ahli kandungan RSBS Pangkep tak kunjung didapatkan.
Marda menambahkan selama dirawat di RSBS Pangkep setiap hari hanya disuntik dan diberi obat, akhirnya Marda melahirkan normal prematur. Bayi perempuan seberat satu kilogram itu lahir dengan kondisi meninggal dunia. Marda pun menyesalkan pelayanan dokter yang tak pernah datang memeriksa kandungannya disaat-saat kritis.
"Setidaknya datanglah satu kali saja," katanya dihadapan awak media dengan mata merah berkaca-kaca mengenang kisah pilunya itu.
Tiga hari setelah melahirkan, Marda dan keluarga memilih pulang ke rumah. Meski pihak RSBS Pangkep masih menahan karena kondisinya belum stabil.
"Apa lagi yang harus saya tunggu di RS, anakku sudah meninggal," kesah Dia.
Selain tak ada dokter, ia juga mengungkapkan pelayanan di RSBS yang jauh dari kata paripurna. Ia mengaku sempat menunggu berjam-jam untuk meminta perawt jaga menggantikan cairan infus yang habis. namun saat itu para perawat tidak ada di tempat jaganya
"Sudah melahirkan, subuh jam 4 cairan infus habis dan kami tidak lihat ada petugas. Suami saya mondar-mandir mencari. Nanti beberapa jam baru dikasi cairan baru," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan Seorang ibu muda bernama Mardhatillah Rusdi Pasien ibu hamil di RSUD Batara Siang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) terpaksa harus merelakan kepergian bayi pertamanya yang meninggal dalam kandungan, diduga lantaran sang ibu hamil selama 10 hari dirawat di ruang Vip teratai namun tak satu kalipun pasien di periksa secara langsung oleh dokter kandungan dan hanya di tangani oleh bidan jaga di Rumah Sakit milik Pemkab Pangkep tersebut dengan berkoordinasi dengan dokter ahli kandungan melalui daring (dalam jaringan) chat Whatsapp (WA).
Sementara itu dr Marry Kabangnga salah dokter ahli kandungan di RSUD Batara Siang Pangkep yang menangani pasien tersebut, dan membenarkan adanya pasiennya yang bayinya meninggal dalam kandungan. namun ia membantah dikatakan malas masuk, pasalnya menurut dia tak adanya kunjungan langsung dokter ke pasien, memang saat ini dibatasi karena masih pandemi Covid-19.
Maria menyebutkan selain batasan kunjungan tersebut dirinya saat itu sedang tidak enak badan (Demam) dan kondisinya pada waktu itu yang memaksa untuk istirahat. Sehingga tugas penanganan pasien diserahkan langsung ke bidan jaga dengan tetap berkoordinasi melalui chat Whatsapp
"Sebenarnya itu pasien masuk kita pantau terus. Semua tindak lanjut yang dilakukan tim itu kita koordinasi (lewat Whatsapp). Bahkan malamnya kita pantau terus denyut bayi itu. Namun takdir berkata lain. Bayi meninggal di dalam kandungan dan harus dikeluarkan. Sampai masuk ke ruang perawatan kembali tidak ada komplain sebab kami memang sudah kerja maksimal, semua yang kami lakulan sudah sesuai dengan SOPnya" kilahnya.
"Hanya saja waktu pasien itu masuk memang kondisi tidak memungkinkan untuk bertemu. Jadi semua saya pantau saja lewat bidan. Termasuk kondisi ibu dan bayinya, itu setiap waktu tim kami observasi," bebernya.
(ADM-KP)
Marda sapaan ibu muda yang kehilangan bayi pertamanya itu, menceritakan dengan runut masa masa dirinya berada dalam ruangan perawatan Vip Teratai pada Jumat (7/8/2020) lalu, dan selama sepuluh hari mengalami pendarahan dan dalam keadaan lemah namun tak satu kalipun pernah ditemui oleh dokter ahli kandungan yang menanganinya di RSBS Pangkep.
Marda mengisahkan kejadian Saat itu, ia sedang bekerja di kantor Bank Rakyat Indonesia (BRI) Pangkep tiba-tiba air ketubannya keluar. Makin lama air ketuban yang keluar semakin banyak. hingga akhirnya ia dilarikan ke Bidang Praktek Nila dan pada akhirnya di rujuk ke RSBS Pangkep untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik disana.
"Tiba di RS saya disuntik dan diberi obat sama bidan. Saya tanya, kapan dokter datang, kata bidan nanti Minggu karena ada operasinya. Saya menunggu hingga hari Minggu dan darah masih keluar terus," jelasnya, Jumat, (21/8/2020).
Marda pun dengan kondisi lemah sabar menunggu kembali sang dokter hingga hari Minggu (9/8/2020), namun hingga sore, lagi-lagi ia harus kecewa karena dokter ahli kandungan yang dimnanti tak kunjung datang memeriksa kondisinya. padahal saat itu dirinya sempat melihat dokter kandungan tersebut melintas menuju ruang operasi. terebih lagi sebelumnya bidan jaga telah menjanjikan setelah operasi, dokter akan memeriksanya.
"Magrib saya diantar masuk ruang bersalin katanya nanti disitu diperiksa dokter. Tapi tak ada dokter yang datang. Bidan bilang dokter sudah pulang, saya menunggu. Katanya bidan Senin baru dokter periksa saya," ujarnya.
Karena khawatir dengan pendarahan yang makin banyak dialaminya Marda dan keluarganya terus meminta kepada bidan jaga agar menghadirkan dokter kandungan. Namun salah seorang bidan mengatakan, saat ini dokter sangat berhati-hati kontak dengan pasien karena takut tertular virus Corona.
"Sejak itu komunikasi kami hanya lewat WA saja karena dokter takut Corona. Bidan kasi obat dan suntikan setiap hari. Katanya takut Corona tapi kalau ada pasien operasi dia datang," ujarnya menirukan kata bidan jaga saat itu.
Pihak keluarga sempat menghubungi pimpinan RSBS dan meminta dirujuk ke Makassar. Tapi pihak RSBS berjanji akan memberikan pelayanan yang baik kepada Marda. namun hinnga hari ketujuh di ruang Vip teratai pelayanan dokter ahli kandungan RSBS Pangkep tak kunjung didapatkan.
Marda menambahkan selama dirawat di RSBS Pangkep setiap hari hanya disuntik dan diberi obat, akhirnya Marda melahirkan normal prematur. Bayi perempuan seberat satu kilogram itu lahir dengan kondisi meninggal dunia. Marda pun menyesalkan pelayanan dokter yang tak pernah datang memeriksa kandungannya disaat-saat kritis.
"Setidaknya datanglah satu kali saja," katanya dihadapan awak media dengan mata merah berkaca-kaca mengenang kisah pilunya itu.
Tiga hari setelah melahirkan, Marda dan keluarga memilih pulang ke rumah. Meski pihak RSBS Pangkep masih menahan karena kondisinya belum stabil.
"Apa lagi yang harus saya tunggu di RS, anakku sudah meninggal," kesah Dia.
Selain tak ada dokter, ia juga mengungkapkan pelayanan di RSBS yang jauh dari kata paripurna. Ia mengaku sempat menunggu berjam-jam untuk meminta perawt jaga menggantikan cairan infus yang habis. namun saat itu para perawat tidak ada di tempat jaganya
"Sudah melahirkan, subuh jam 4 cairan infus habis dan kami tidak lihat ada petugas. Suami saya mondar-mandir mencari. Nanti beberapa jam baru dikasi cairan baru," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan Seorang ibu muda bernama Mardhatillah Rusdi Pasien ibu hamil di RSUD Batara Siang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) terpaksa harus merelakan kepergian bayi pertamanya yang meninggal dalam kandungan, diduga lantaran sang ibu hamil selama 10 hari dirawat di ruang Vip teratai namun tak satu kalipun pasien di periksa secara langsung oleh dokter kandungan dan hanya di tangani oleh bidan jaga di Rumah Sakit milik Pemkab Pangkep tersebut dengan berkoordinasi dengan dokter ahli kandungan melalui daring (dalam jaringan) chat Whatsapp (WA).
Sementara itu dr Marry Kabangnga salah dokter ahli kandungan di RSUD Batara Siang Pangkep yang menangani pasien tersebut, dan membenarkan adanya pasiennya yang bayinya meninggal dalam kandungan. namun ia membantah dikatakan malas masuk, pasalnya menurut dia tak adanya kunjungan langsung dokter ke pasien, memang saat ini dibatasi karena masih pandemi Covid-19.
Maria menyebutkan selain batasan kunjungan tersebut dirinya saat itu sedang tidak enak badan (Demam) dan kondisinya pada waktu itu yang memaksa untuk istirahat. Sehingga tugas penanganan pasien diserahkan langsung ke bidan jaga dengan tetap berkoordinasi melalui chat Whatsapp
"Sebenarnya itu pasien masuk kita pantau terus. Semua tindak lanjut yang dilakukan tim itu kita koordinasi (lewat Whatsapp). Bahkan malamnya kita pantau terus denyut bayi itu. Namun takdir berkata lain. Bayi meninggal di dalam kandungan dan harus dikeluarkan. Sampai masuk ke ruang perawatan kembali tidak ada komplain sebab kami memang sudah kerja maksimal, semua yang kami lakulan sudah sesuai dengan SOPnya" kilahnya.
"Hanya saja waktu pasien itu masuk memang kondisi tidak memungkinkan untuk bertemu. Jadi semua saya pantau saja lewat bidan. Termasuk kondisi ibu dan bayinya, itu setiap waktu tim kami observasi," bebernya.
(ADM-KP)