Harga Rp.70 Ribu Permeter Untuk Ganti Rugi Lahan KA di Pangkep Sulit Diterima Warga
KORANPANGKEP.CO.ID - Sejumlah pemilik lahan untuk pembangunan rel kereta api di kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulsel, mempertanyakan tentang janji pemerintah yang akan memberikan ganti untung saat negosiasi awal terkait harga lahan mereka yang akan digunakan sebagai jalur rel kereta Api, yang justru dirasakan malah merugi oleh pemilik lahan
Hal ini diungkapkan warga dalam sidang konsinyasi pembayaran ganti rugi lahan yang terdampak pembangunan rel kereta api di Pangkep untuk pemilik lahan di dua desa yaitu Desa Punranga dan Tamangapa yang di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Pangkajene Pangkep, yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Pangkep, Farid Sapomena. Jumat (24/7/2020).
Ketua forum warga, Muh Fatahillah, menyebut saat itu pemerintah berjanji untuk memberi ganti untung alias mengganti rugi lahan warga dengan nominal tinggi. Namun setelah penetapan harga oleh tim appraisal atau tim penilai, warga terkejut dengan nilai lahan mereka yang sangat rendah.
"Sejak awal ada janji pihak pihak tertentu mengatakan disuruh bawa karung karena mau terima uang yang banyak sekali. Katanya bukan ganti rugi tapi untung. Itulah yg menjadi patokan kami. Tapi banyak terjadi kejanggalan ketika tim aprisial turun," kata Fatahillah,
Fatahillah mengatakan warga sulit menerima harga taksiran dari tim aprisial sebesar Rp.50 ribu sampai Rp.70 ribu permeter. Menurutnya nilai itu tak sebanding dengan kehilangan sawah, kebun atau rumah mereka. Dalam taksiran, ia mengungkapkan banyak kejanggalan nilai yang dinilai tak wajar.
"Rakyat menangis kalau dihargai segitu mau makan apa. Hal yg menjadi aneh juga adalah ada pesantren yg belum berdiri dihargai Rp.900 ribu permeter sedangkan ada pesantren yang sudah berdiri dihargai Rp.52 ribu rupiah," ucapnya.
Hal yang senada juga disampaikan oleh Amir dari Desa Punranga. Menurutnya, seharusnya tim penilai atau panitia pembebasan lahan memberikan nilai tawar yang manusiawi bukan langsung menetapkan harga. Selain harga yang dinilai rendah, sisa tanah dari lahan yang kena pembangunan rel tidak dinilai sama sekali.
"Ada sisa tanah yang tidak terbayar, kenapa tidak dibayarkan sekalian. Dan ingat, dampak lingkungan dari pembangunan rel ini kami yang merasakan," kata Amir.
Sementara itu, hakim ketua, Farid Sapomena berjanji akan menyampaikan aspirasi warga tersebut kepada pihak berwenang. Dalam sidang ini Farid mengabulkan permohonan penitipan uang ganti rugi untuk dua desa tersebut sebesar Rp3,4 M masing-masing untuk Desa Tamangapa sebesar Rp2 m dan Desa Punranga sebesar Rp1,4 M.
"Maksud bapak ibu sekalian akan saya sampaikan melalui rapat. Mohon doanya agar keinginan bapak ibu bisa diterima," ujarnya singkat.
Selain itu hari itu juga terdapat 52 pemilik bidang tanah yang lahannya dipakai untuk pembangunan rel kereta api yang sudah menerima uang ganti rugi. Pembayaran uang ganti rugi melalui proses konsinyasi di Pengadilan Pangkep.
Farid Hidayat Sapomena mengatakan 52 orang pemilik lahan ini dari desa Punranga dan Desa Tamangapa. Uang ganti kerugian atas rel kereta api di Desa Tamangapa senilai Rp2 miliar dan Desa Punranga senilai Rp1,41 miliar. "Sehingga totalnya senilai Rp3,4 miliar," ucapnya.
Ketua PN Pangkajene menyebutkan untuk tahap pertama proses konsinyasi tersisa dua desa yang diagendakan pekan depan.
(ADM-KP)
Hal ini diungkapkan warga dalam sidang konsinyasi pembayaran ganti rugi lahan yang terdampak pembangunan rel kereta api di Pangkep untuk pemilik lahan di dua desa yaitu Desa Punranga dan Tamangapa yang di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Pangkajene Pangkep, yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Pangkep, Farid Sapomena. Jumat (24/7/2020).
Ketua forum warga, Muh Fatahillah, menyebut saat itu pemerintah berjanji untuk memberi ganti untung alias mengganti rugi lahan warga dengan nominal tinggi. Namun setelah penetapan harga oleh tim appraisal atau tim penilai, warga terkejut dengan nilai lahan mereka yang sangat rendah.
"Sejak awal ada janji pihak pihak tertentu mengatakan disuruh bawa karung karena mau terima uang yang banyak sekali. Katanya bukan ganti rugi tapi untung. Itulah yg menjadi patokan kami. Tapi banyak terjadi kejanggalan ketika tim aprisial turun," kata Fatahillah,
Fatahillah mengatakan warga sulit menerima harga taksiran dari tim aprisial sebesar Rp.50 ribu sampai Rp.70 ribu permeter. Menurutnya nilai itu tak sebanding dengan kehilangan sawah, kebun atau rumah mereka. Dalam taksiran, ia mengungkapkan banyak kejanggalan nilai yang dinilai tak wajar.
"Rakyat menangis kalau dihargai segitu mau makan apa. Hal yg menjadi aneh juga adalah ada pesantren yg belum berdiri dihargai Rp.900 ribu permeter sedangkan ada pesantren yang sudah berdiri dihargai Rp.52 ribu rupiah," ucapnya.
Hal yang senada juga disampaikan oleh Amir dari Desa Punranga. Menurutnya, seharusnya tim penilai atau panitia pembebasan lahan memberikan nilai tawar yang manusiawi bukan langsung menetapkan harga. Selain harga yang dinilai rendah, sisa tanah dari lahan yang kena pembangunan rel tidak dinilai sama sekali.
"Ada sisa tanah yang tidak terbayar, kenapa tidak dibayarkan sekalian. Dan ingat, dampak lingkungan dari pembangunan rel ini kami yang merasakan," kata Amir.
Sementara itu, hakim ketua, Farid Sapomena berjanji akan menyampaikan aspirasi warga tersebut kepada pihak berwenang. Dalam sidang ini Farid mengabulkan permohonan penitipan uang ganti rugi untuk dua desa tersebut sebesar Rp3,4 M masing-masing untuk Desa Tamangapa sebesar Rp2 m dan Desa Punranga sebesar Rp1,4 M.
"Maksud bapak ibu sekalian akan saya sampaikan melalui rapat. Mohon doanya agar keinginan bapak ibu bisa diterima," ujarnya singkat.
Selain itu hari itu juga terdapat 52 pemilik bidang tanah yang lahannya dipakai untuk pembangunan rel kereta api yang sudah menerima uang ganti rugi. Pembayaran uang ganti rugi melalui proses konsinyasi di Pengadilan Pangkep.
Farid Hidayat Sapomena mengatakan 52 orang pemilik lahan ini dari desa Punranga dan Desa Tamangapa. Uang ganti kerugian atas rel kereta api di Desa Tamangapa senilai Rp2 miliar dan Desa Punranga senilai Rp1,41 miliar. "Sehingga totalnya senilai Rp3,4 miliar," ucapnya.
Ketua PN Pangkajene menyebutkan untuk tahap pertama proses konsinyasi tersisa dua desa yang diagendakan pekan depan.
(ADM-KP)